Duta Besar Inggris, Martin Hatfull

"Indonesia Pembawa Aspirasi Asia"

Dubes Inggris Martin Alan Hatfull
Sumber :
  • VIVAnews/Adri Irianto

VIVAnews – INGGRIS kini memiliki pemerintahan baru di bawah koalisi Partai Konservatif dan Partai Liberal Demokrat. Pemerintahan koalisi ini adalah pertama kali dalam 60 tahun terakhir. Penguasa baru negeri itu bertekad meningkatkan hubungan lebih erat dengan negara-negara Asia, termasuk Indonesia.

Sidang Sengketa Pilpres, MK Pertimbangkan Hadirkan Mensos hingga Menkeu

“Pemerintah saat ini merasa dalam beberapa tahun terakhir Inggris lebih terfokus pada Eropa dan Amerika, dan kurang memberi fokus pada Asia - termasuk Asia Tenggara,”  ujar Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Martin Hatfull, saat berkunjung ke redaksi VIVAnews di Jakarta, Selasa 3 Agustus 2010.

Padahal, dia menambahkan, sejumlah negara di kawasan ini punya pengaruh besar baik ekonomi, dan politik. “Indonesia adalah salah satunya,” ujarnya.

4 Pria Terkapar Babak Belur di Depan Polres Jakpus, 14 Anggota TNI Diperiksa

Diplomat kelahiran 7 Juni 1957 itu juga memaparkan langkah Inggris dalam merekatkan hubungannya dengan Indonesia. Salah satunya, membantu Indonesia memperbaiki infrastruktur untuk menambah daya tarik para investor asing, termasuk para pengusaha dari Inggris.

Bagi Hatfull, Indonesia adalah tugas pertamanya sebagai Duta Besar Inggris, dan dia sudah menjalaninya selama dua tahun. Sebelumnya, ayah dua anak ini menjadi pejabat senior Kedutaan Besar Inggris di Jepang, dan pernah pula bertugas di Brussels, Belgia.

Kemenhub Pastikan Mudik 2024 Lancar, Intip Daerah Tujuan Terbanyak hingga Angkutan Terfavorit

Selama sekitar satu jam, Hatfull tak saja membincangkan isu bilateral, tapi  juga meladeni sejumlah pertanyaan pembaca VIVAnews dari laman jejaring sosial Twitter dan Facebook.  Beragam pertanyaan muncul, dari badai matahari,  program bea siswa, hingga klub sepak bola Inggris.  Berikut petikan wawancara dengan Hatfull.

Inggris kini memiliki pemerintahan baru, koalisi Partai Konservatif dan Partai Liberal Demokrat.  Apakah akan ada perubahan kebijakan luar negeri bagi Indonesia?
Pemerintahan koalisi kami menegaskan di level internasional Inggris berkeinginan memperkuat hubungan dengan negara-negara yang, kami anggap, sebagai kekuatan baru, dan itu termasuk Indonesia.

Pemerintah saat ini merasa bahwa dalam beberapa tahun terakhir Inggris lebih terfokus pada Eropa dan Amerika dan kurang memberi fokus pada Asia - termasuk Asia Tenggara. Padahal ada sejumlah negara di kawasan ini yang memiliki pengaruh ekonomi dan politik yang kian bertambah. Dan Indonesia adalah salah satunya.

Jadi kini ada keinginan yang kian kuat untuk melibatkan Indonesia sebagai mitra di banyak sektor. Salah satunya adalah hubungan ekonomi.

Kami telah melihat potensi ekonomi yang besar dari Indonesia, baik pasar, jumlah populasi, pertumbuhan ekonomi, dan prospek lain. Negeri Anda adalah salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Inggris selama ini mengandalkan ekspor, yang punya pengaruh 70 persen dari pertumbuhan ekonominya. Itulah sebabnya, kami perlu memperluas pasar, dan berharap bisa melakukan banyak hal di Indonesia.

Bagaimana Anda melihat pengaruh Indonesia di G-20 yang, seperti Anda tahu, juga melibatkan banyak negara dengan ekonomi dan politik lebih besar seperti Inggris, Amerika Serikat dan lainnya?
Setiap anggota, termasuk Indonesia, punya peran penting dalam G-20. Di forum, peran setiap anggota tidak semata-mata dilihat dari kapabilitas ekonomi. Semua anggota punya bobot suara dan peran yang sama. Walau kemampuan ekonominya relatif lebih rendah dari anggota lain, Indonesia tetap dianggap penting.

Kami memandang Indonesia membawa aspirasi dari kawasan Asia, terutama Asia Tenggara. Meskipun forum ini juga mengundang negara yang tengah menjabat sebagai ketua ASEAN. Indonesia selama ini melontarkan pandangan yang kuat, dan kami pun menanggapinya secara serius.

Bagaimana Inggris ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu target pasar utama?
Kami ingin menggalakkan perdagangan dan investasi dengan Indonesia sekaligus juga berupaya mengundang lebih banyak investor di sini untuk berbisnis di negara kami. Bagi Inggris, salah satu cara mengatasi masalah ekonomi adalah justru melakukan ekspansi pasar. Maka pemerintah membantu membuka jalan bagi perusahaan-perusahaan Inggris di luar negeri untuk mengembangkan usaha mereka.

Kendala yang sering dikeluhkan para investor maupun pebisnis asing adalah kurangnya fasilitas dan infrastruktur yang layak di Indonesia. Apakah keluhan sama kerap dilontarkan para pengusaha Inggris?
Inggris memahami penyediaan infrastruktur yang layak adalah salah satu kendala bagi Indonesia mengundang lebih banyak pengusaha dan investor. Itu sebabnya kami mengajak perusahaan-perusahaan Inggris urut mendukung Indonesia dalam pembangunan infrastruktur yang memadai.

Salah satu yang kami pikirkan saat ini adalah pelabuhan. Kami harap jasa pelabuhan tidak terkonsentrasi di Pulau Jawa, namun juga tempat lain seperti Sumatra dan Kalimantan.

Selain itu, listrik adalah infrastruktur yang harus terus diperbaiki. Indonesia saat ini masih perlu lebih banyak ketersediaan listrik. 

Banyak pihak di Indonesia berharap Kedutaan Besar Inggris tidak saja meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi, perdagangan, dan politik, tapi juga memfasilitasi  hubungan antar warga kedua negara. Bagaimana Anda menyikapinya?
Hubungan antar warga memang kian penting bagi kedua negara.
Bagi saya, pendidikan merupakan elemen penting dalam menjalin hubungan antar warga. Itu sebabnya saya menyambut hasil dari program beasiswa Chevening, yang didukung pemerintah Inggris, kepada pelajar-pelajar Indonesia. Para alumni Chevening, dari kegiatan studi yang telah mereka tempuh, bisa memberi perspektif baik mengenai Inggris kepada publik di Indonesia dan juga sebaliknya.

Selain itu, kami juga tengah merintis program kerjasama antara lembaga-lembaga pendidikan di Inggris dengan Indonesia.  Lembaga The British Council pun memiliki sejumlah program mempererat hubungan antar warga. Jadi, pemerintah bertugas membuka jalan, tapi saya berharap hubungan antar warga bisa dikembangkan secara spontan oleh publik.

Inggris turut terkena resesi keuangan global. PM David Cameron kabarnya akan mengetatkan anggaran. Selain itu, perusahaan energi terkemuka Inggris, BP, terlilit masalah akibat bocornya sumur minyak di perairan Amerika Serikat. Apakah situasi  itu berdampak bagi program bantuan, semisal bea siswa?
Kementrian Luar Negeri Inggris, secara keseluruhan, harus mengalami penyesuaian dalam penyusunan anggaran pemerintah. Saya tidak tahu persis apakah ini juga berdampak bagi operasional tahunan misi kami di Indonesia.

Menteri Luar Negeri [William Hague] baru-baru ini mengkaji kembali program bea siswa Chevening bersama program lainnya. Beliau memutuskan Chevening adalah program yang bagus dan harus dipertahankan. Dia pun berkeinginan menggandeng lebih banyak pihak swasta turut mendukung pendanaan program ini.

Jelasnya, tahun ini kami tetap mempertahankan program Chevening, dan saya berharap dapat diteruskan pada tahun mendatang. Saya juga berharap Chevening terus menjadi salah satu elemen penting dalam mempererat hubungan kedua negara.

Dubes Inggris Martin Alan Hatfull

Dubes Inggris, Martin Hatfulll, saat wawancara di kantor redaksi VIVAnews.

Dari laman jejaring sosial Twitter dan Facebook, kami menerima sejumlah pertanyaan dari sejumlah pembaca VIVAnews untuk Duta Besar Martin Hatfull:

@megimargiyono [via Twitter]; Apakah program Chevening akan dibuka lagi?

Eka Budiarti [via Facebook]; Bagaimana posisi pemerintah Inggris sehubungan dengan krisis yang dihadapi oleh BP? Dan apakah krisis BP juga akan berdampak pada beasiswa Chevening mengingat BP adalah salah satu sponsor chevening?

[Duta besar telah menjelaskan dua pertanyaan di atas bahwa tawaran program beasiswa Chevening tahun ini tetap berlanjut - Red]

@si_MIFY [via Twitter]; Apakah persamaan antara dua putra Pangeran Charles (William dan Harry) dengan kedua putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (Agus dan Ibas)?

Sejujurnya saya tidak mengenal mereka semua secara pribadi. Yang bisa saya katakan adalah mereka semua berbuat yang terbaik bagi negara dengan cara mereka masing-masing. Mungkin ada saat-saat mereka merasa tidak leluasa karena status yang mereka sandang dan terus menjadi perhatian publik dan saya menaruh hormat kepada mereka semua.

@lalatimothy [via Twitter]; soal badai surya, yang menurut NASA (Badan Antariksa AS) akan menyebabkan Inggris mati lampu dan kehilangan jaringan komunikasi.

Wow, saya tidak menyangka bakal mendapat pertanyaan seperti ini. [sambil tertawa]. Menurut saya fenomena seperti itu membuat semua pihak harus bersiap menghadapi segala kemungkinan, termasuk dalam menyikapi hal-hal yang di luar kuasa kita, seperti banjir atau gempa.

Terkait dengan hal itu, maka kita semua harus bijak menghadapi fenomena alam, terutama pemanasan global. Saya tidak tahu mengenai kabar badai matahari ini, namun pemanasan global itu sendiri tidak dapat diprediksi dan kita tidak mampu begitu saja mengatasinya.

Djoko Prasetyo Zx [via Facebook]; Musim baru Liga Premier Inggris tak lama lagi akan dimulai. Anda menyukai klub sepakbola mana?

Ini adalah pertanyaan yang harus saya, sebagai duta besar, tanggapi dengan hati-hati. Masalahnya kalau saya pilih salah satu klub besar –- apakah itu Manchester United, Chelsea, Arsenal, atau Liverpool – saya bakal dijauhi oleh mereka yang menyukai klub lain.

Mereka bisa saja dua pertiga penduduk dari negara saya atau, lebih penting lagi, setengah dari jumlah populasi di Indonesia.

Sebenarnya saya penggemar suatu klub kecil, yaitu Charlton Athletic, yang terletak di sebelah tenggara London. Klub itu sekarang terlempar di divisi bawah, tapi saya berharap mereka bisa bangkit lagi ke Liga Premier beberapa tahun ke depan. Sejak kecil saya mendukung Charlton dan bersama keluarga rutin menonton pertandingan mereka setiap sore di akhir pekan.

Terlepas dari itu, saya melihat bahwa antusiasme publik di Indonesia menggemari tayangan sepakbola Liga Premier Inggris sangat fantastis. Saya berharap antusiasme mereka atas Liga Premier membuat banyak khalayak menjadi lebih ingin tahu mengenai budaya masyarakat Inggris.

Apa tanggapan Anda atas populernya media sosial di internet, seperti laman jejaring sosial Facebook atau Twitter?
Pemerintah kami sangat menyadari betapa besarnya peran media sosial di internet. Lebih penting lagi, media itu tetap menjadi wahana yang bebas.

Kami menentang praktik sensor atau kontrol atas media dengan menggunakan isu-isu seperti pornografi, kekerasan ekstrem, atau isu-isu yang terkait dengan kriminalitas. Pelanggaran demikian bisa ditindak melalui perangkat hukum yang ada, dan telah diterapkan di banyak negara.

Namun, kami sangat menjunjung prinsip kebebasan berinternet, dan menentang upaya membungkamnya. Itu merupakan alat komunikasi yang kuat. Pemerintah kami, termasuk di Kementrian Luar Negeri, justru berupaya memanfaatkan media sosial di internet menyampaikan pesan kepada khalayak luas.

Apakah Anda punya akun pribadi di Twitter atau Facebook?
Tidak punya. Masalahnya, dengan tugas saya saat ini, saya tidak punya waktu untuk update status. Bisa-bisa saya hanya sempat membuka laman enam minggu sekali atau lebih, dan harus mengikuti banyak kabar. (np)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya