Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi:

"Banyak yang Belum Paham UU Ormas"

Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi
Sumber :
  • ANTARA/Ismar Patrizki

VIVAnews - Undang-undang Organisasi Kemasyarakatan akhirnya disahkan dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 2 Juli 2013.

Pengesahannya lewat mekanisme voting di mana 6 fraksi mendukung pengesahan UU Ormas, sedangkan 3 fraksi lainnya menolak. Enam fraksi pendukung adalah Demokrat, Golkar, PDIP, PPP, PKB, dan PKS. Sementara yang menolak adalah PAN, Hanura, dan Gerindra.

Menurut Ketua Panitia Khusus RUU Ormas, Abdul Malik Haramain, UU itu telah mengakomodir semua permintaan dari ormas-ormas. Pansus misalnya sudah merevisi draf RUU Ormas agar tak mencampuri ranah internal ormas. Masalah pendanaan ormas juga tetap diserahkan pada AD/ART masing-masing ormas. Menurutnya, dalam UU Ormas, pemerintah hanya memfasilitasi dan mengawasi.

Penolakan terhadap RUU itu disuarakan sejumlah lembaga swadaya masyarakat, serikat buruh, serta ormas besar seperti Muhammadiyah. Penolakan juga berasal dari PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) dan KWI (Konferensi Wali Gereja Indonesia). Sejumlah LSM membentuk koalisi masyarakat sipil juga menyampaikan penolakan. Anggota koalisi itu diantaranya Human Right Working Group (HRWG), Imparsial, Yappika, dan Elsam.

Pengurus Pusat Muhammadiyah menilai UU Ormas berparadigma totaliter dan menganut paham kekuasaan yang absolut untuk melakukan kontrol ketat kepada warga masyarakat, serta memposisikan rakyat sebagai objek dan posisi negara sebagai sangat superior.

Bagaimana sikap pemerintah terkait hal ini. Berikut petikan wawancara VIVAnews dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyatakan tak ada pasal yang represif terhadap ormas dalam UU tersebut. 

Pimpinan Golkar di Daerah Minta Airlangga Dipilih secara Aklamasi di Munas, Menurut Sekjen

UU Ormas akhirnya disahkan, apa sebenarnya alasan pemerintah membuat undang-undang ini?
Selama inikan ormas diatur dalam UU nomor 8 tahun 1985, dan UU ini sudah tidak cocok lagi dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan spirit tentang HAM dan demokrasi.

Sehingga dalam UU nomor 8 itu, merongrong negara saja dapat dibubarkan, menerima bantuan asing tanpa disetujui oleh pemerintah dapat dibubarkan. Itu UU nomor 8. Jadi tidak cocok lagi, padahal UUD sudah empat kali diamandemen. Pasal hak asasi itu sudah dipertegas di situ.

Ada yang menyebut, RUU Ormas ini sama saja dengan UU Nomor 8 tahun 1985 tentang Ormas. Bagaimana menurut Anda?
Tidak. Kalau sekarang berlaku UU Nomor 8 tahun 1985 itu, ormas yang menerima bantuan asing tanpa persetujuan pemerintah itu harus dibubarkan. Kan tidak mungkin. Padahal, UU nomor 8 itu tetap berlaku kan? Itu tidak pas lagi. Itu sudah tidak cocok lagi kan dengan demokrasi.

Analisis Metabolisme Tubuh dan Kebutuhan Nutrisi Lewat Tes DNA


UU nomor 8 Tahun 1985 itu dinilai pernah digunakan untuk mengontrol Ormas dengan represif. Apakah tidak lebih baik UU tersebut dicabut saja dan tidak perlu membikin yang baru?

Tentu ormas perlu diatur lagi, UU organisasi kemasyarakatan itu. Dia (Ormas) akan menjadi suatu kekuatan yang cukup besar, sebagai civil society. Ormas itu sudah lebih dari 103 ribu di Indonesia yang terdaftar, baik di Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM maupun Kementerian Sosial.

Elite Gerindra Sebut Polri Sudah "On the Track" Tangani Kasus Firli Bahuri

Belum lagi yang tidak terdaftar, di provinsi, di daerah, kalau dijumlahkan mungkin sampai 200 ribu. Masak 200 ribu ormas, tidak ada UU yang mengaturnya.

Kalau dipakai UU lama, ya tidak bisa lagi digunakan. UUD sudah empat kali diamandemen, sementara sekarang ini UU 1985 itu hadir sebelum UUD diamandemen.

Untuk itu, pemerintah bisa lah memahami usulan DPR itu, untuk merevisi UU Nomor 8, atau mengganti untuk mengatur hak-hak warga negara yang mengeluarkan pendapat dan pikiran secara lisan dan tulisan. Untuk mengatur juga, demokrasi berjalan.

Tapi saya lihat, banyak pihak yang tidak memahami secara utuh UU yang baru itu karena disebabkan pengalaman masa lalu. Ini yang dikhawatirkan orang bahwa kita masih mengambil spirit UU nomor 8 itu.

UU Ormas ini dinilai tumpang tindih dengan UU Yayasan, karena definisinya yang luas. Bagaimana menurut Anda?
Itu beda dengan UU Yayasan, UU Perkumpulan juga ada kan, itu sendiri-sendiri. UU Yayasan mengatur yayasan, UU ormas mengatur ormas, ada lagi UU Perkumpulan. Saya kira tiga hal yang berbeda.

Saya kira banyak yang belum membaca secara utuh UU itu lalu mengatakan ini anti demokrasi ini anti itu, sebenarnya tidak seperti itu. Ini jauh lebih baik, jauh mengakomodir amandemen UUD 1945 yang empat kali itu.

Ormas yang berafiliasi dengan partai politik masih dilarang?
Kalau di sini (UU Ormas), ormas tidak ada di aturan afilisasinya ke parpol. Di UU 8 itu yang diatur. Dari dulu, sebenarnya ditegaskan seperti itu, tidak ada ormas yang berada di bawah partai politik.

Ada ketentuan tentang sanksi bagi ormas yang melanggar. Bagaimana pemerintah menjalankannya?
Kalau tindak pidana, ya tentu kita pidana, tetapi pribadi [pengurus] ya. Kalau organisasinya, kami minta fatwa dulu ke Mahkamah Agung, ini sudah pas belum untuk dibubarkan.

Melalui proses peradilan, jadi bukan pemerintah sewenang-wenang, proses hukum ini kita hormati. Jaminan hak asasi itu betul-betul ada di situ. jaminan persoalan akan melalui pintu hukum, tidak bisa pemerintah semena-mena.

Apakah dengan UU Ormas ini, organisasi massa yang melakukan kekerasan bisa ditindak?
Itulah yang diatur. Ini kalau mereka mendaftar, pembekuannya tetap melalui MA, ada proses hukumnya. Tapi kalau pribadinya yang melakukan tindak pidana, proses hukumnya ya terus. Tetapi organisasinya kita minta fatwa dulu ke MA, ini lebih soft dari UU yang dulu.

Dalam UU ini juga diatur, tetapi tidak sekeras dulu lagi, ini melalui proses hukum. Kita meminta, untuk yang terdaftar membubarkannya harus minta pendapat Mahkamah Agung dulu. Jadi membubarkannya harus melalui peradilan, melalui proses hukum. Jauh lebih soft UU ini dibanding UU nomor 8, tapi saya yakin tidak banyak orang yang membaca UU ini.

Ada kesan, setelah UU intelijen dan UU Penanganan Konflik Sosial disahkan, kini ada RUU Ormas, pemerintah ingin mengontrol gerakan massa. Apa betul begitu?
Kalau UU Penanganan Konflik Sosial itu kan konflik sosialnya yang diatur. Mana mengontrolnya? Nanti kalau tidak begini, kegiatan ormas-ormas seperti FPI nanti dibilang pemerintah tidak mengatur.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya