Dubes Rusia: AS Sudah Gagal Berantas ISIS

Dubes Rusia untuk Indonesia, Mikhail Y. Galuzin.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Santi Dewi

VIVA.co.id - Pemerintah Rusia akhirnya ikut terlibat dalam perang memberantas kelompok militan Islamic State of Iraq and al Sham (ISIS) di Suriah. Ini merupakan kebijakan yang dinilai cukup mengejutkan, karena mereka memilih untuk tidak ikut dalam koalisi militer besar-besaran yang digalang oleh Amerika Serikat pada tahun lalu di Paris.

Gelar Operasi Antiteror, Polisi Kanada Lumpuhkan Tersangka

Menurut Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Mikhail Y. Galuzin, alasan Negeri Beruang Merah ikut terlibat dalam kampanye serangan udara, karena diminta secara langsung oleh pemerintah berkuasa, Presiden Bashar al-Assad. 

"Keberadaan ISIS di Suriah lama kelamaan mulai membahayakan pemerintahan resmi di sana. Faktanya, kelompok teroris itu, sudah menguasai area yang begitu luas di Suriah dan Irak. Maka, ketika Pemerintah Rusia meminta bantuan, kami meresponnya dengan baik," ujar Galuzin yang ditemui secara khusus oleh VIVA.co.id di kediamannya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada akhir bulan lalu. 

Jet Rusia Jatuhkan Bom di Suriah, 10 Warga Terluka

Diplomat yang pernah bertugas di Jepang itu juga membantah adanya anggapan keberadaan Rusia di Suriah hanya sekedar untuk membiarkan supaya Assad berkuasa lebih lama. Menurutnya, jika ISIS tidak diberantas sejak saat ini di Suriah, maka bisa membahayakan keamanan internasional. 

Dia juga menyebut, pernyataan yang disampaikan oleh pemerintah negara barat mengenai banyak serangan udara Rusia yang salah sasaran sebagai sebuah kebohongan besar. Justru negara-negara barat lah yang dianggap gagal memberantas ISIS. Sebab, wilayah kekuasaan mereka kian meluas dan jumlah pasukannya kian bertambah. 

ISIS Klaim Rampas Senjata Milik Tentara AS

Dalam kesempatan itu, Galuzin juga sempat menyinggung mengenai laporan akhir mengenai penyebab jatuhnya Malaysia Airlines MH17 yang dirilis oleh Badan Keselamatan Belanda. Menurutnya, sejak awal laporan itu dibuat, kinerja tim penyidik Belanda sudah bias. Mengapa Rusia berpendapat demikian, siapa sebenarnya yang menembak jatuh pesawat MH17 dan bagaimana pandangan Rusia mengenai hubungan bilateral kedua negara di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo? Simak perbincangan khusus VIVA.co.id berikut: 

Mengapa Rusia akhirnya tertarik untuk melibatkan diri dalam kampanye serangan udara di Suriah dan melawan kelompok ISIS?

Pertama, kelompok tersebut bukan saja kelompok militan, tetapi ISIS adalah kelompok teroris. Mereka merupakan kelompok teroris internasional paling berbahaya dan mengancam keamanan masyarakat internasional. Apa yang mereka lakukan bertentangan dengan norma-norma internasional, apalagi nilai-nilai agama.

Perbuatan brutal mereka benar-benar tidak masuk akal sehat. Jadi, mereka adalah kelompok teroris. Ini adalah alasan mengapa kami akhirnya ikut terlibat dalam serangan udara terhadap ISIS. Kami melakukan hal itu, sesuai dengan permintaan dari pemerintahan yang sah dan berkuasa di Suriah.

Situasi di sana sudah tidak bisa lagi ditoleransi, karena ada berbagai alasan untuk penilaian ini. Pertama, banyak warga Rusia yang justru memilih untuk bergabung dengan kelompok militan itu. Hal tersebut sangat kami sayangkan.

Apakah Anda memiliki data mengenai warga Rusia yang bergabung dengan ISIS?

Ada ribuan jumlahnya. Kami tidak ingin warga Rusia itu kembali lagi ke Tanah Air kami, lalu membuat teror di sana. Seperti yang kita ketahui kelompok yang menamakan diri ISIS, walau bukan negara sama sekali, mereka mencoba untuk memperluas pengaruhnya ke Afghanistan dan Pakistan.

Sementara, Afghanistan memiliki perbatasan yang dekat dengan area regional Asia Tengah. Sebagian dari mereka adalah sekutu Rusia, khususnya dalam hal organisasi pertahanan, sehingga kami berpikir mereka bisa saja menyasar teritori dan perbatasan Rusia. Maka, sebelum terlambat, kami ingin membatasi penyelundupan pengaruh ISIS ke negara kami, melalui Afghanistan.

Kedua, keberadaan ISIS di Suriah lama kelamaan mulai membahayakan pemerintahan resmi di sana. Faktanya, kelompok teroris itu sudah menguasai area yang begitu luas di Suriah dan Irak. Maka, ketika Pemerintah Suriah meminta bantuan, kami meresponnya dengan baik. Kami mengerahkan personil Angkatan Udara Rusia untuk menggempur mereka di bawah tanah.

Kami juga mengetahui ada ancaman serupa ke Pemerintah Irak. Namun, kami memilih untuk tidak melibatkan diri di negara yang tidak meminta bantuan pemerintah kami. Oleh sebab itu kami tidak memiliki operasi militer di Irak. Tetapi di saat yang bersamaan kami memiliki pusat koordinasi di Irak. Pusat koordinasi itu juga mencakup pusat intelijen.

Tetapi mengapa baru sekarang Rusia terlibat dalam serangan udara ini? Bukan kah momentum untuk memberantas ISIS sudah dimulai sejak tahun lalu?

Saya tidak sepakat mengenai hal itu. Momentum bahkan sudah terjadi sejak 20 tahun lalu, tepatnya di tahun 1990an di wilayah Rusia sendiri. Satu kelompok teroris memproklamirkan dirinya sebagai kalifah dan menguasai beberapa area di Rusia. Saat itu kami disebut memberantas teroris skala nasional. 

Tetapi apa yang dilakukan oleh negara mitra kami dari barat? Mereka malah menyebut kelompok teroris itu sebagai pemberontak yang memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan. Saya yakin jika masyarakat internasional bersatu dan memiliki tujuan yang sama ketika itu untuk menghancurkan teroris, maka tidak ada situasi seperti saat ini di Suriah.

Sayangnya saat itu, negara-negara barat tidak mendukung kebijakan Rusia. Kalau pun ingin membantu, sudah terlambat.

Kini, kita kembali mendengar slogan yang sama dan didengungkan oleh kelompok ISIS. Mereka ingin membangun kekhalifan dari Portugal hingga ke Pakistan, melawan warga non Muslim, penghancuran terhadap warisan budaya, dan masih banyak lagi. Jadi, kita melihat lebih banyak lagi tindakan di luar kemanusiaan.

Kemudian mengenai pertanyaan mengapa Rusia tidak ikut bergabung dalam koalisi militer yang dipimpin oleh Amerika Serikat tahun lalu, jawabannya bukan hanya sekedar tidak diundang untuk ikut bergabung, melainkan terkait isu fundamental yakni mereka tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

Koalisi itu memang telah mengantongi izin dari Pemerintah Irak sebelum melakukan kampanya serangan udara, tetapi Pemerintah Suriah tidak meminta bantuan kepada mereka dan tidak didukung pula oleh Resolusi PBB. Maka serangan udara itu dianggap ilegal dan kami tidak ingin ikut terlibat.

Sedangkan keterlibatan Rusia di Suriah saat ini berbeda, karena kami telah mengantongi izin. Selain itu pengaruh ISIS di wilayah Suriah semakin kuat dan mengancam kepentingan keamanan Rusia. 

Bagaimana komentar Pemerintah Rusia mengenai pernyataan yang menyebut tujuan utama serangan ke Suriah bukan untuk menghancurkan ISIS, melainkan untuk melanggengkan kekuasaan Presiden Bashar al-Assad?

Kami tegaskan sekali lagi, Rusia berperang melawan teroris. Target kami di Suriah tidak hanya ISIS, tetapi kelompok lain yang dianggap sebagai teroris seperti Jabhat al-Nusra. Yang kami maksud organisasi teroris di sini adalah kelompok yang namanya masuk dalam daftar PBB dan dasar hukum Rusia.

Terkait dengan pernyataan Departemen Luar Negeri AS yang menyebut 90 persen serangan Rusia tidak tepat sasaran ke ISIS, justru ketika mereka mulai melakukan serangan udara untuk memberantas ISIS sejak tahun lalu, area kekuasaan kelompok itu malah kian meluas. Jumlah pejuang asing yang ikut bergabung semakin bertambah. Jadi, menurut saya pernyataan mereka, jika memang betul demikian, adalah sebuah kebohongan.

Untuk memastikan apakah serangan udara Rusia tepat sasaran atau tidak yakni dengan mengikuti informasi yang disampaikan Kementerian Pertahanan melalui situs mereka. Mereka memberikan penjelasan setiap hari kepada jurnalis dan atase militer dari Kedutaan asing di Moskow.

Kebohongan lainnya yang pernah disampaikan oleh AS yakni mengenai serangan rudal yang diluncurkan dari kapal militer Rusia di Laut Kaspia. Semua serangan itu berhasil mengenai sasaran dan mengakibatkan kerusakan yang parah. Derajat ketepatannya antara 3-5 meter.

Tetapi negara mitra kami dari barat malah mengatakan beberapa atau empat rudal jatuh di teritori Iran. Ini merupakan sebuah kebohongan yang besar.

Apakah Pemerintah Rusia telah menentukan tenggat waktu berapa lama akan melakukan serangan udara di Suriah?

Ya, Presiden Vladimir Putin sebelumnya telah mengatakan operasi militer di Suriah akan berlangsung selama waktu tertentu. Hasil dari serangan udara yang kami lakukan sangat jelas dan efektif. Berdasarkan data intelijen yang kami miliki, akibat serangan udara kami, mengakibatkan kepanikan di dalam kelompok teroris itu.

Oleh sebab itu, mereka berupaya untuk merekrut lebih banyak lagi pasukan dari warga lokal. Dengan cara seperti ini akan memudahkan bagi pasukan Pemerintah Suriah untuk memukul mundur kelompok teroris ini dari teritori Suriah.

Sebelumnya, kami juga sudah meminta informasi kepada AS mengenai kontak kelompok pemberontak yang dikatakan moderat. Tetapi, kami tidak pernah menerima informasi itu, yang bisa berarti kelompok oposisi ini bisa saja tidak pernah ada. 

Tetapi, tidak adakah batasan waktu yang jelas dan dibuat Presiden Vladimir Putin berapa lama serangan udara akan berlangsung di Suriah, apakah satu tahun atau beberapa bulan?

Siapa yang bisa memprediksi itu. Saya pikir durasi dari serangan itu, tergantung kepada seberapa efektif serangan tersebut dalam memberantas teroris. Jadi, masih sulit untuk bisa memprediksi sejak awal, berapa lama operasi tersebut berlangsung.

Bukankah dengan memberantas kelompok Jabhat Al-Nusra justru akan membuka perang langsung dengan AS, sebab kelompok itu disebut AS sebagai grup pemberontak moderat?

Tidak akan ada peperangan langsung antara Rusia dan AS di Suriah. Melalui pertanyaan ini, Anda sebenarnya menyentuh hal penting mengenai kebijakan AS. Anda tahu metode dengan memberikan pelatihan bagi kelompok pemberontak moderat dan penentang Bashar Al-Assad adalah program gagal.

Bahkan, AS sendiri mengakui hal tersebut, sebab walaupun mereka telah menghabiskan biaya ratusan juta dollar, pada akhirnya diketahui hanya sekitar 4 hingga 5 orang yang benar-benar ikut berperang. Sisanya, malah kabur dan bergabung dengan kelompok teroris lainnya. Hal serupa juga terjadi dengan persenjataan yang dipasok oleh AS bagi kelompok pemberontak moderat itu. Alih-alih digunakan untuk berperang melawan Assad, senjata malah jatuh ke tangan ISIS.

Bahkan, ada satu momen yang membahas betapa banyaknya jip dengan merk Toyota yang semula diberikan bagi kelompok pemberontak moderat, tetapi di berbagai foto, terlihat jip itu digunakan ISIS. Hal itu menimbulkan pertanyaan mengenai hati nurani dan moralitas. Bagaimana mungkin AS malah mendukung kelompok pemberontak moderat yang justru ingin menggulingkan pemerintahan yang sah.

Kebijakan ini tidak bermoral dan tak bertanggung jawab. Kami berharap masyarakat internasional bisa ikut menentang kebijakan AS, seperti yang kami lakukan.

Tujuan utama kami menggelar operasi militer di Suriah yakni untuk melawan kelompok teroris. Agar bisa melawan teroris di negara mana pun, maka butuh dukungan dari pemerintah yang sah. Tanpa institusi pemerintah, badan penegakan hukum dan pasukan militer yang kuat, maka nyaris sulit untuk bisa melawan kelompok teroris di mana pun.

Sementara, mengenai siapa pun yang seharusnya menjadi Presiden di Suriah, kami serahkan ke rakyat Suriah sendiri yang memutuskan. Bukan Moskow atau Washington yang menentukan.

Anda bisa melihat pasca kejatuhan Muamamar Khadafi di Libya atau Saddam Husein di Irak. Apa yang terjadi di negara mereka usai pemimpinnya digulingkan? Kini, negara tersebut menjadi sumber kelompok teroris.

Tetapi di bawah pemerintahan sebelumnya, negara itu tidak menjadi sumber munculnya terorisme.

Apakah sudah ada pengaturan di antara kedua negara saat berperang di Suriah agar tidak terjadi insiden saling tembak secara tidak sengaja?

Kami tentu saja siap untuk melakukan kontak secara terus menerus dengan negara mitra kami, AS terkait memberantas teroris di Suriah dan di mana pun. Kami telah membuat banyak proposal mengenai hal tersebut.

Proposal terbaru yakni kami akan mengirimkan delegasi besar yang dipimpin Perdana Menteri Dmitry Medvedev ke AS. Tujuannya untuk membahas kerja sama untuk memberantas teroris. Tetapi, AS menolak untuk menerima delegasi ini.

Sejauh yang saya ketahui, Pemerintah AS tidak menjelaskan alasan di balik penolakan itu. Alasan utamanya AS tidak ingin bekerja sama dengan Pemerintah Bashar Al-Assad yang saya nilai aneh dan hipokrit.

Terlihat di mata saya tujuan dari Pemerintah AS yakni untuk menggulingkan pemerintahan Bashar Al-Assad dan tolong dicatat bahwa ISIS pun menginginkan hal yang sama, yakni Assad mundur. Saya pikir hal tersebut menjelaskan banyak hal mengenai tujuan yang sesungguhnya kebijakan luar negeri AS di Suriah. Maka Anda bisa menilai tujuan AS malah sama seperti target kelompok teroris.

Tetapi, saya ulangi kembali, kami siap untuk bekerja sama dengan pemerintah AS. Paling tidak sudah ada dialog mengenai bagaimana mengatur keamanan di zona udara Suriah. Saya berharap dialog di antara kedua militer akan terus berlanjut dan dapat membahas strategi lebih lanjut bagaimana menghadapi kelompok teroris.

Seperti yang Anda ketahui, kami sudah memiliki proposal nyata mengenai hal tersebut. Pada tanggal 30 September yang lalu, kami mengeluarkan rancangan Dewan Keamanan PBB berisi alasan hukum untuk kerja sama multilateral dalam melawan teroris di kawasan Timur Tengah.

Kami berharap proposal itu bisa dipertimbangkan dengan akal sehat di Washington.

Apakah Pemerintah Rusia sudah mempertimbangkan kemungkinan akan ada balasan dari ISIS terhadap warga Rusia karena ikut berperang di Suriah?

Jika semua pemerintah mengikuti cara berpikir demikian, maka peperangan melawan teroris tidak akan terjadi. Karena kelompok teroris tetap akan menyebar teror tidak peduli Anda mendukung atau menentang mereka.

Oleh sebab itu, Rusia selalu siap untuk menghadapi tindakan teroris apa pun. Tetapi, jika kita hanya diam saja melihat tindakan terorisme di Suriah, maka apa jadinya negara tersebut. Belum lagi akan terbentuk kekhalifan dari Afghanista hingga Portugal.

Maka, kami berharap agar perang melawan teroris didukung oleh komunitas internasional. Sekali lagi kami katakan, Rusia ikut berperang di Suriah untuk mencegah warga kami yang telah bergabung dengan ISIS agar tak kembali ke Moskow. Hal tersebut lebih mudah dilakukan di Suriah.

Tetapi, apakah Pemerintah Rusia tidak khawatir seandainya warga Anda tengah berada di Rusia, maka keselamatannya akan terancam?

Tentu, ancaman akan ada. Tetapi, ancaman tersebut akan jauh lebih besar ribuan kali, seandainya tidak diatasi saat ini. Kami sadari kelompok yang tengah kami hadapi saat ini telah banyak melakukan perbuatan bar-bar.

Kami yakin dengan apa yang telah kami mulai, jika mereka tidak diberantas sekarang di Suriah, maka dampaknya akan lebih buruk.

Apakah Pemerintah Rusia bersedia untuk menampung warga Suriah yang melarikan diri sebagai pengungsi?

Tentu kami memperlakukan pengungsi sesuai dengan aturan yang berlaku. Kami memiliki pengungsi yang datang dari Suriah, walau jumlahnya tidak besar.

Jika ada warga Suriah di Rusia, maka kami akan memperlakukan mereka sesuai dengan norma kemanusiaan. Saya tahu ada beberapa tayangan di stasiun televisi Rusia yang menyebut ada pengungsi Suriah di Rusia. Jika mereka tidak ingin menetap di Rusia dan ingin ke negara lain, maka sebaiknya para pengungsi itu memiliki dokumen sah.

Di saat yang bersamaan kami masih menghadapi permasalahan pengungsi dari Ukraina. Saat ini angka warga Ukraina di Rusia mencapai antara 3-4 juta, entah sebagai pengungsi atau untuk bekerja di negara. 1 juta di antaranya diketahui sebagai pengungsi, sedangkan sisanya ingin mencari penghasilan.

Poin selanjutnya, kami terus memberikan bantuan kemanusiaan bagi Suriah. Contoh yang paling nyata yaitu pada 16 Oktober 2015, pesawat darurat Rusia mendistribusikan bantuan kemanusiaan sebanyak 20 ton ke Suriah. Kami juga melakukan repatriasi warga Rusia yang diketahui bermukim di Suriah.

Poin ketiga, kami memahami sepenuhnya, jika hanya menggunakan metode militer, maka Anda tidak akan bisa menghadapi ancaman teroris. Oleh sebab itu, kami juga melakukan rekonsiliasi politik di kawasan Timur Tengah dan rehabilitasi pembangunan sosial di negara tersebut.

Kami juga mempromosikan pendidikan anti-terorisme, lapangan pekerjaan bagi generasi muda di negara tersebut. Jika masyarakat internasional memperhatikan hal itu, maka tidak perlu lagi camp-camp bagi pengungsi di Benua Eropa atau kampanye serangan udara di negara mana pun.

Oleh sebab itu, Rusia sangat merekomendasikan agar ada pembahasan hal tersebut di forum PBB.

Biasnya Laporan MH17

Badan Keselamatan Belanda akhirnya mengeluarkan laporan akhir mengenai penyebab jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17. Mengapa Rusia menilai laporan itu bias?

Sejak awal gaya kerja Pemerintah Belanda sangat diragukan. Mengapa? Pertama, Pemerintah Belanda sama sekali tidak memberikan akses bagi Rusia untuk ikut terlibat dalam proses penyelidikan. Kedua, walaupun kami telah menawarkan bantuan kepada tim penyidik Belanda, mereka tidak menghubungi kami atau perusahaan Almaz Antey yang merupakan produsen rudal jenis BUK.

Padahal, mereka yang dianggap memiliki kemampuan paling kompeten dan pengalaman untuk hal itu. Ketiga, kami telah berulang kali meminta kepada tim penyidik Belanda untuk datang ke Rusia, tetapi mereka tidak pernah datang. Keempat, kami meminta dan menawarkan bantuan data menara pengendali Ukraina ketika pesawat dilaporkan jatuh. Tetapi, data itu pun juga tidak pernah ditunjukkan.

Rusia sejak awal sudah menekankan agar dilakukan penyelidikan secara transparan. Kami termasuk salah satu negara yang mensponsori resolusi Dewan Keamanan PBB 2166 tentang penelusuran penyebab jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17. Resolusi ini tidak pernah diterapkan sepenuhnya oleh tim penyidik dari Belanda.

Sekretaris Jenderal PBB juga tidak pernah memenuhi kewajibannya sesuai dengan resolusi itu untuk menghadirkan proposal bagaimana PBB bisa berkontribusi dalam penyelidikan. Oleh sebab itu, semua penyelidikan sejak awal sudah meragukan. Mereka tidak pernah sedikit pun mempertimbangkan semua tawaran yang diberi oleh Rusia.

Dua pekan usai terjadi jatuhnya pesawat, kami menunjukkan data mengenai seperti data dari menara pengendali dan data dari satelit. Dalam data tersebut terlihat dengan jelas ada pesawat jet tempur Ukraina di dekat pesawat MH17. Mereka mengatakan bagian dari unit anti pesawat.

Kemudian, mereka menghilang. Hasil penyelidikan yang diungkap memang hanya berupa teknis, sedangkan penyelidikan mengenai pelaku penembakan masih terus berlangsung. Kami berharap, data-data tersebut ikut dipertimbangkan.

Perusahaan pembuat rudal BUK, Almaz Antey, turut membuat hasil penyelidikan sendiri dengan menggunakan pesawat Ilyushin yang sudah tak lagi digunakan, apa ada perbedaan dari hasil uji coba itu?

Ada dua poin utama yang berbeda. Pertama, rudal BUK yang diklaim menyebabkan MH17 jatuh, dalam versi tim Belanda, diluncurkan dari area yang dikuasai oleh kelompok pemberontak di Lugansk dan Dontesk. Sementara, hasil uji coba perusahaan Almaz Antey, rudal tersebut diluncurkan dari teritori yang dikuasai oleh militer Ukraina.

Kedua, tim penyidik Belanda mengatakan pesawat MH17 dihantam oleh rudal buatan Rusia. Itu rudal 9N314M, sementara hasil penghitungan Almaz Antey, MH17 dihantam rudal jenis 9M38. Mengapa Almaz-Antey mengatakan demikian? Karena elemen yang menabrak bagian kokpit memiliki bentuk kubus.

Sementara, berdasarkan hasil penyelidikan tim Belanda, menyebut bentuk elemennya bukan kubus tetapi kupu-kupu. Tidak ada elemen semacam itu di badan pesawat MH17.

Almaz Antey bahkan menyebut, rudal jenis 9M38 tidak pernah lagi diproduksi sejak tahun 1986. Rudal itu juga sudah dilarang penggunaannya sejak tahun 2011. Bahkan, mereka menyebut ratusan rudal semacam itu, kini dimiliki oleh militer Ukraina. Sehingga, tidak mungkin Rusia memiliki rudal BUK semacam itu.

Jadi, menurut Pemerintah Rusia siapa yang menembak jatuh pesawat itu?

Menurut kami, itu menjadi tugas dari tim penyidik untuk menentukan hal tersebut dan kami ingin menjadi bagian dari penyelidikan yang adil dan berimbang. Seperti yang telah saya sebutkan, kami telah menyerahkan semua bukti dan data yang ada ke tim penyidik Belanda.

Apakah Anda berpikir isu ini dipolitisasi oleh negara-negara barat untuk menyasar Rusia?

Tentu, sejak awal kasus ini muncul, sudah dipolitisasi. Ingat saja, apa yang dituntut oleh para pejabat dari negara barat ketika pesawat itu jatuh pada Juli 2014. Mereka langsung berkoar-koar bahwa itu merupakan perbuatan Pemerintah Rusia atau kelompok pemberontak yang kami dukung. Padahal, saat itu mereka tidak memiliki bukti.

Sebagai contoh, mereka menunjukkan adanya pergerakan peluncur rudal BUK dari Republik Donetsk. Namun, pada faktanya video itu diambil pada bulan Mei 2014 dari area yang dikuasai oleh militer Ukraina.

Data-data itu merupakan kebohongan, karena mereka ingin menghukum Rusia. Alasannya, karena negara-negara barat tidak menyukai kebijakan Rusia yang independen. Selain itu, kami tidak mengikuti kebijakan negara-negara barat yang kerap meragukan. Kami memahami negara-negara barat tidak akan pernah meminta maaf kepada kami. 

Bagaimana cara Rusia meyakinkan dunia, bahwa negara Anda tidak terlibat dalam jatuhnya Malaysia Airlines MH17?

Kami tidak perlu meyakinkan dunia mengenai hal ini. Tolong jangan letakan tanda baca koma mengenai "dunia" dan "barat". Dunia jauh  lebih besar dari negara barat.

Kami tidak perlu meyakinkan siapa pun dan membersihkan apa pun. Justru, negara-negara barat lah yang perlu melakukan hal itu, sebab mereka sudah banyak berbohong mengenai Rusia.

Rusia-RI Tetap Erat

Menurut Anda, bagaimana hubungan bilateral kedua negara di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo?

Pada tanggal 20 Oktober merupakan satu tahun Beliau memimpin Indonesia. Selama satu tahun kepemimpinannya, kami telah melakukan banyak hal untuk mempromosikan dan meningkatkan hubungan kedua negara.

Pertama, kami meluncurkan dialog kemitraan tingkat tinggi di antara pejabat kedua negara. Saya juga harus menggarisbawahi pentingnya pertemuan Presiden Jokowi dengan Presiden Putin di sela pertemuan APEC tahun lalu di Beijing.

Kami juga harus menyebut adanya komunikasi yang baik antara dua Menteri Luar Negeri ketika mereka bertemu di sela KTT ASEAN di Kuala Lumpur. Tetapi, mereka bertemu kembali secara singkat di New York.

Kami juga memiliki dialog ekonomi yang diselenggarakan bulan April lalu di Kazan. Sebelumnya juga ada dialog di antara tingkat parlemen.

Kami juga memiliki dialog di bidang pertahanan. Pada bulan April lalu, Menhan Indonesia, Ryamizard Ryacudu menghadiri pertemuan mengenai isu keamanan di Moskow. Dia juga menggelar pertemuan dengan mitranya, Menhan Rusia.

Kami juga ikut menghadiri 10 tahun KTT Asia-Afrika. Bahkan, utusan khusus Rusia membawa pesan khusus dari Presiden Vladimir Putin. Hubungan kedua negara sangat mendalam. Kami juga terus melanjutkan konsultasi bagaimana meningkatkan hubungan di bidang ekonomi dan investasi.

Juga ada kunjungan dari pejabat Rusia pada bulan Juni lalu ke Indonesia. Rusia juga terlibat dalam proses operasi penyelamatan kecelakaan pesawat Air Asia QZ8501 akhir tahun lalu. Kami juga akhirnya terlibat proses pemadam kebakaran hutan di Indonesia. Oleh sebab itu, kami memiliki begitu banyak agenda.

Kami berharap di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, trend hubungan positif itu bisa terus berlanjut.

Mengenai bantuan untuk memadamkan kebakaran hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan, apakah bantuan tersebut betul bersifat komersial?

Iya, karena itu yang diminta oleh Indonesia sejak awal. Sejak awal, bantuan itu dianggap sebagai bantuan komersial dan kami menghormati opini Pemerintah Indonesia mengenai hal itu.

Apakah sudah ada rencana kapan Presiden Jokowi akan berkunjung ke Rusia?

Saya belum mendengar ada pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi sejauh ini.

Tetapi, Presiden Putin telah mengundang Presiden Jokowi, bukan?

Seperti yang saya katakan sebelumnya, saat keduanya bertemu di sela KTT APEC di Beijing tahun lalu, mereka telah membicarakan mengenai hubungan bilateral dan kerja sama internasional. Saya berharap, satu hari nanti, Presiden Jokowi akan berkunjung ke Rusia.

Karena sebelumnya sudah ada pertukaran kunjungan di antara kedua pemimpin negara. Presiden SBY pernah berkunjung ke Rusia di tahun 2006. Kunjungan itu dibalas oleh Presiden Putin yang datang ke Jakarta di tahun 2007. Beliau juga berada di Bali untuk menghadiri KTT APEC tahun 2013 lalu.   

 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya