Deputi Managing Director Suzuki Indomobil Davy Tuilan

Otomotif Indonesia Masih Terus Berkembang 5-10 Tahun Lagi

Deputi Managing Director Suzuki Indomobil Davy J Tuilan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Hadi Suprapto

VIVA.co.id – Menjadi seorang posisi puncak di perusahaan besar tak harus mengabaikan hobi. Apa pun kesibukannya, hobi masih bisa dilakukan jika Anda bisa membagi waktu.

Irjen Ferdy Sambo: Polisi Nakal Ngapain Dibela, Pecat!

Adalah Deputi Managing Director 4W PT Suzuki Indomobil Sales Davy J Tuilan. Davy yang gemar naik motor masih sempat keliling Sumatera menaiki kuda besi. Bulan-bulan ini dia akan menghabiskan jalanan Sulawesi, dan akan lanjut ke pulau-pulau lain. Dia punya keinginan besar, harus bisa keliling Indonesia.

Bahkan, di sela padatnya pekerjaan dan touring ini, dia masih sempat hunting batu akik dari berbagai daerah. 

Irjen Ferdy Sambo: Jangan Viralkan Polisi Nakal, Lapor Propam Saja

VIVA.co.id berkesempatan ngobrol santai dengan Bapak satu anak ini di kantornya di Wisma Indomobil di Jalan MT Haryono, Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut petikannya.

Anda salah satu petinggi Suzuki, sebelumnya juga sudah beberapa kali jadi pejabat di pabrikan lain. Boleh tahu di rumah Anda ada mobil apa saja?

Gus Yahya: NU Bukan Batu Loncatan Nyapres

Suzuki-lah. Saya punya Vitara, Ertiga, Swift. 

Semua model Suzuki dong?

Pikap tidak punya. Hahaha...

Anda sudah jadi orang nomor dua di Indomobil. Apa Anda masih sempat nyetir sendiri?

Saya masih suka nyetir sendiri. Jalan-jalan santai ke mal atau ke mana. Karena driver tidak bisa kerja 7x24 jam, jadi saat-saat driver tidak ada ya nyetir sendiri. 

Kalau nyetir sendiri Anda pakai mobil yang mana?

Pasti Grand Vitara. 2.400cc, tenaga kenceng. Kebetulan itu mobil dinas. Mobil dinas saya SUV, karena Suzuki baru saja punya sedan, Ciaz. Sebelumnya tidak punya.

Kenapa Anda suka Grand Vitara?

Grand Vitara enak. Cuma modelnya begitu-begitu saja. Belum ada refreshment. Tapi saya suka. Kalau bensin boros juga dibayar perusahaan. Hahaha...

Anda punya mobil impian yang belum tercapai?

Tidak ada. Saya tidak terlalu mementingkan mobil. Saya itu, melihat mobil lebih pada fungsi daripada lifestyle. Saya menggunakan mobil itu sesuai fungsinya saja. Bukan gaya hidup.

Anda suka naik motor gede?

Saya memang hobi naik motor. Di rumah pakai Suzuki Intruder. Ada satu lagi tapi bukan merek Suzuki. 

Harley-Davidson?

Bukan Harley. Saya tidak suka. Karena saya kalau beli sesuatu itu bukan fashion atau lifestyle, tapi fungsinya. menurut saya Harley itu lebih ke arah fashion. Kalau untuk fungsi dengan harga jauh dari value. Sementara di atas itu masih banyak yang fungsional, yang kita naik nonstop lima jam tidak capai. Itu ada. 

Anda suka touring?

Akhir bulan motor saya kirim ke Sulawesi, saya akan terbang ke sana, menyusuri seluruh Sulawesi. Baik lewat jalur barat maupun jalur timur.  Sumatera sudah saya kelilingi semua. Berangkat dari rumah saya di Tebet ke Bengkulu. Lanjut Padang, Bukittinggi, Aceh. Pulangnya lewat Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, Lampung. Saya ingin keliling Indonesia. Setelah Sulawesi mungkin Maluku, lanjut Papua. Tapi Maluku itu kepulauan jadi saya harus berpikir lagi bagaimana teknisnya.

Kalau touring berarti cuti?

Saya tidak cuti. Jumat pulang kerja saya ke bandara terbang ke mana gitu. Lalu saya riding 700 km dalam 12 jam. Kemudian, Minggu pagi pulang, motor ditinggal. Senin kerja. Saya cuma pegawai, bukan owner, jadi tetap ingin riding tapi tidak mengganggu pekerjaan.

Apa nikmatnya menjadi rider?

Saya bisa menikmati alam. Saya juga bisa mengukur keinginan dan kemampuan. Saya pernah Cirebon-Denpasar nonstop pakai Suzuki Intruder 2001 masih pakai gardan. Motor enak sekali, saya ngetes kemampuan. Kita punya kemauan tapi badan capai, sangat lelah. Di situ kemauan bisa terkalahkan atau tidak.

Seperti kita ketahui, perekonomian Indonesia beberapa bulan belakangan ini sedang lesu, bagaimana pandangan Anda terhadap industri otomotif ke depan?

Industri otomotif itu banyak faktornya. Saat ini yang jadi masalah itu kecepatan kenaikan harga versus inflasi, atau vs buying power. Kemudian beberapa waktu lalu pemerintah mengumumkan daftar negatif investasi. Itu bisa mengubah tatanan otomotif nasional. Terus mengenai aturan-aturan yang dibuat Otoritas Jasa Keuangan. OJK ini sebenarnya pro atau tidak terhadap otomotif.

Terus  mengenai kebijakan pemerintah mengenai emisi gas buang CO dan CO2, nanti mau diubah struktur perpajakannya. Lalu mengenai free trade agreement. Dengan india, Jepang, Korea Selatan, dengan negara-negara lain. Sangat banyak faktornya.

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/03/13/56e5995430d37-deputi-managing-director-suzuki-indomobil-davy-j-tuilan_663_382.jpg

Anda optimistis industri otomotif akan baik-baik saja dalam beberapa tahun ini?

Kalau itu iya. Saya optimistis kalau 5-10 tahun ke depan akan terus berkembang. Kita punya 260 juta penduduk, kalau dari sisi market itu sangat luas luar biasa. Cuma masalahnya yang masih rendah itu pendapatan perkapita, masih di level 3.700-3.600 dolar per tahun. Nah itu kalau bisa meningkat di atas 5.000 dolar itu buying power kita kan semakin besar. Tidak usah 5.000, 4.000 saja sudah membaik. Jadi otpimistis market berkembang 5-10 tahun ke depan. 

Belum lagi bonus demografi. Anda-anda itu jadi pembeli mobil luar biasa. Adik-adik Anda yang umur 25 dan sekarang umur 20, itu calon pembeli potensial. Indonesia ini masih dalam tahapan memasuki bonus demografi. Kalau kata pakar ekonomi itu kelas menengah tengah. Ada kelas menengah tengah yang itu akan tumbuh luar biasa dan pasti beli mobil. 

Apalagi yang harus dilakukan pemerintah?

Pemerintah terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menarik. Contoh LCGC. Anda bayangin kalau enggak ada LCGC market kita tinggal berapa. Tinggal 800-850 ribu. Kembali ke level 2012-2011. Pemerintah kita juga sebenarnya jeli melihat itu. Harga mobil naiknya seperti ini --sambil mengangkat tangan dari bawah ke atas-- terus daya beli seperti ini --tangan sebaliknya--, itu ada gap. Dan itu pemerintah melihat itu. 

Anda pakai cincin --cincin dengan empat warna, seperti pada foto di bawah. Boleh tahu cincin apa itu?

Ini empat batu. Rafles, bacan, sungai dare, dan aceh solarmadu. Saya ikat sendiri. 

http://media.viva.co.id/thumbs2/2016/03/13/56e59912a6fea-deputi-managing-director-suzuki-indomobil-davy-j-tuilan_663_382.jpgAnda pecinta akik?

Ini gara-gara booming, akhirnya kena juga. Sebelumnya saya enggak pernah pakai akik. Tapi gara-gara booming penesaaran juga.

Ceritanya bagai mana?

Gara-garanya itu saya naik moge --motor gede-- ke Aceh. Lewat Meulaboh. Teman bilang batu akik di Meulaboh bagus dan murah. Pertamanya ikut saja. Ya sudah saya beli satu. Tapi lama-lama pas pergi ke daerah, Papua, Ambon, Sulawesi, saya mampir beli. Kalau saya main ke diler, pasti ditanya mau ke mana, saya pasti pilih cari batu.

Berapa banyak koleksinya?

50 Cincin ada kali ya... Sisanya bahan mentah. Ada seratusan.

Anda selalu bikin sendiri?

Iya. Saya beli bahannya. Saya gosok sendiri, dibentuklah macam-macam. Ada yang kotak, bulat, dan lain-lain. Kalau yang dipakai ini, ada empat batu bagaimana dikombinasikan. Kalau dipakai sekali nanti kayak Tessy. Makanya saya bikin di satu ikatan ini. Dan ternyata batu akik itu tidak norak. Dibilang tukang kredit dan tukang ojek, ternyata tidak. Tapi harus sabar bikinya. Jangan beli jadi, bahan mentah lalu diolah.

Boleh tahu koleksi paling mahal?

Jangan tanya deh... Enggak enak ngomongnya. Dulu bacan ada yang Rp300 ribu, tapi sekarang turun, paling Rp80 ribuan. Harga relatif. Yang penting saya sreg dan suka. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya